Warga Muntang Protes Penahanan Ijazah Siswa oleh Sekolah Swasta

penahanan ijazah oleh pihak SD Alam Perwira
REALINVESTIGASI.COM, PURBALINGGA - Seorang wali murid di Desa Muntang, Kecamatan Kemangkon, Kabupaten Purbalingga memprotes penahanan ijazah anaknya oleh pihak SD Alam Perwira akibat tunggakan biaya sekolah sebesar Rp 10.829.500. Peristiwa ini terungkap setelah ibu siswa, Sri Sumarni, menyampaikan keluhannya usai permintaan pengambilan ijazah ditolak meskipun anaknya, Ahyb, telah dinyatakan lulus.

Sri Sumarni mengungkapkan bahwa ia pernah meminta fotokopi ijazah, namun proses tersebut juga dipersulit. Situasi ini membuatnya semakin terbebani karena belum memiliki kemampuan membayar tunggakan. Menurutnya, anaknya sudah menyelesaikan kewajiban belajar dan berhak menerima ijazahnya tanpa hambatan.

Pihak sekolah melalui Kepala Sekolah, Isti, membenarkan bahwa Ahyb pernah menjadi siswa SD Alam Perwira. Namun, ketika ditanya mengenai alasan dan kebijakan penahanan ijazah, Isti hanya memberikan anggukan sambil menyatakan bahwa penjelasan rinci merupakan kewenangan yayasan penyelenggara.

Kronologi dan Masalah yang Muncul

Kasus penahanan ijazah karena tunggakan bukan hal baru di sejumlah daerah. Banyak laporan menunjukkan bahwa praktik ini dilakukan baik oleh sekolah negeri maupun swasta, sering kali dengan dalih menagih pembayaran biaya operasional sekolah, iuran komite, atau biaya lainnya.

Padahal, penahanan ijazah menghambat proses administrasi siswa yang hendak melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya atau mencari pekerjaan. Situasi ini menjadi beban berat bagi keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi meskipun siswa telah menyelesaikan pendidikannya secara penuh.

Di Purbalingga, kasus Sri Sumarni menambah daftar panjang keluhan orang tua mengenai kebijakan sekolah yang dinilai memberatkan dan tidak sesuai aturan.

Penilaian Ombudsman dan Pakar Pendidikan

Ombudsman RI dan sejumlah pakar hukum pendidikan menegaskan bahwa penahanan ijazah merupakan bentuk maladministrasi dan tidak boleh dilakukan dalam kondisi apa pun. Ijazah adalah dokumen sah negara yang diberikan kepada siswa setelah menamatkan pendidikan, bukan alat penagihan utang.

Hal ini sejalan dengan berbagai advokasi yang selama ini dilakukan lembaga pengawas layanan publik untuk menjamin hak siswa dalam memperoleh dokumen resmi kelulusan.

Dasar Hukum Penyerahan Ijazah

Regulasi terbaru menegaskan larangan penuh terhadap praktik penahanan ijazah. Peraturan Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 1 Tahun 2022 serta Permendikbud Nomor 58 Tahun 2024 menyatakan bahwa satuan pendidikan, baik negeri maupun swasta, wajib menyerahkan ijazah kepada siswa tanpa syarat apa pun setelah siswa dinyatakan lulus.

Dalam perspektif hak asasi manusia dan pelayanan publik, penahanan ijazah dianggap melanggar hak dasar siswa. Dokumen kelulusan adalah hak mutlak setiap peserta didik dan harus diberikan tepat waktu.

Dampak bagi Siswa dan Orang Tua

Kasus penahanan ijazah seperti yang dialami keluarga Sri Sumarni berdampak langsung terhadap masa depan siswa. Tanpa ijazah, siswa tidak bisa mendaftar ke sekolah lanjutan, lembaga keterampilan, atau melamar pekerjaan.

Bagi orang tua, terutama yang menghadapi tekanan ekonomi, praktik ini menimbulkan tekanan tambahan. Mereka merasa diposisikan sebagai pihak yang bersalah meskipun anak sudah memenuhi kewajibannya untuk menyelesaikan pendidikan.

Tindak Lanjut dan Imbauan

Pemerintah daerah, khususnya Dinas Pendidikan Purbalingga, diharapkan segera melakukan penelusuran terhadap kasus ini. Pengawasan lebih ketat diperlukan agar sekolah mematuhi regulasi yang berlaku.

Wali murid yang mengalami hal serupa juga disarankan menyampaikan aduan kepada Ombudsman RI atau dinas pendidikan setempat agar hak siswa mendapatkan ijazah dapat dipenuhi tanpa syarat.

Sementara itu, sekolah—baik negeri maupun swasta—diminta menghentikan praktik penahanan ijazah dan mencari mekanisme penagihan biaya sekolah yang tidak melanggar regulasi maupun hak peserta didik.

Posting Komentar

0 Komentar