Kerusakan Dini Proyek Jalan Asem Bagus di Lampung Selatan Menuai Sorotan

kerusakan dini pada rabat beton yang dikerjakan oleh kontraktor ADI
REALINVESTIGASI.COM, LAMPUNG SELATAN - Proyek peningkatan Jalan Asem Bagus di Desa Kaliasin, Kecamatan Tanjung Bintang, Lampung Selatan, kembali menjadi perhatian publik setelah ditemukan kerusakan dini pada rabat beton yang dikerjakan oleh kontraktor ADI. Proyek bernilai Rp 993 juta yang bersumber dari APBD 2025 ini dilaporkan mengalami retakan dan dugaan kegagalan struktur sejak awal November 2025, berdasarkan informasi yang dilansir dari wartaindonesianews.co.id.

Sejumlah kerusakan ditemukan pada beberapa titik rabat beton, terutama bagian yang terlihat menggantung dan tidak tersangga pondasi memadai. Kondisi tersebut memunculkan kekhawatiran masyarakat mengenai kualitas konstruksi serta proses pengawasan yang dinilai tidak optimal.

Seorang warga yang tinggal tepat di jalur pembangunan mengaku awalnya sangat mengapresiasi proyek tersebut karena jalan sebelumnya rusak berat dan vital bagi aktivitas harian. Namun ia kecewa ketika mendapati bagian rabat telah menurun dan retak.

"Kami sangat berterima kasih kepada Mas Bupati dan Wakil Bupati, jalan ini memang kami butuhkan. Sangat membantu masyarakat. Tapi kok ada yang udah retak dan turun begini? Sayang banget, jangan-jangan kontraktornya mau untung lebih banyak, ya?" ujarnya.

Kondisi Lapangan Picu Dugaan Kegagalan Struktur

Temuan visual warga dan tim investigasi memperlihatkan bahwa bagian bawah rabat beton tampak kosong dan tidak menyentuh tanah padat sebagaimana standar pengerjaan. Kondisi ini dikenal sebagai floating slab dan berpotensi menyebabkan patahan struktural jika dibiarkan.

Pada bagian lain, lapisan subbase terlihat hanya berupa tanah gembur bercampur bongkahan batu tidak beraturan. Tidak ada indikasi penggunaan agregat kelas A atau B seperti yang diwajibkan dalam konstruksi rabat beton. Hal inilah yang memperkuat dugaan bahwa material pondasi tidak dipasang sesuai spesifikasi teknis.

Pihak pelaksana proyek ADI sempat menyebut bahwa retakan memanjang yang terlihat merupakan cutting joint atau sambungan pengecoran harian. Namun pola retakan yang dalam dan berada di titik penurunan tidak sesuai dengan karakter cutting joint, sehingga masyarakat menduga retakan itu merupakan tanda rabat mengalami patah struktur.

Pengawasan Diduga Lemah, Pekerja Tanpa K3

Saat peninjauan dilakukan, tidak terlihat keberadaan pengawas dari konsultan maupun Dinas PUPR. Selain itu, sejumlah pekerja tampak melakukan pengecoran tanpa kelengkapan keselamatan kerja (K3). Ketiadaan pengawasan teknis seperti ini sering menjadi pemicu terjadinya penurunan kualitas konstruksi.

Kondisi tersebut memunculkan dugaan publik bahwa kontraktor bekerja tanpa pengawasan ketat sehingga membuka peluang terjadinya pengurangan kualitas material maupun metode pengerjaan.

Andi Tanamal, KUPT PU Tanjung Bintang yang memiliki wilayah kerja proyek tersebut, tidak memberikan komentar saat dimintai konfirmasi. Sikap diam ini menimbulkan pertanyaan masyarakat mengenai apakah pengawasan sudah dilakukan sesuai prosedur atau terdapat hal yang tidak diungkapkan.

Pernyataan Dinas PUPR Soal Standar Keretakan

Kabid Bina Marga, Hasanuddin, menegaskan bahwa Dinas PUPR memiliki standar tegas mengenai penanganan keretakan pada konstruksi rabat beton. Menurutnya, retakan dengan lebar lebih dari lima milimeter tidak dapat dikategorikan sebagai kerusakan ringan.

"Keretakan lebih dari lima milimeter wajib dibongkar. Kalau patah, itu harus diperbaiki total," tegasnya.

Pernyataan tersebut memperjelas bahwa kerusakan yang ditemukan di lapangan bukan merupakan kondisi minor dan harus mendapatkan penanganan serius dari pihak pelaksana maupun pengawas teknis.

Publik Pertanyakan Tanggung Jawab dan Transparansi

Dengan nilai proyek mendekati Rp 1 miliar, kerusakan awal dan dugaan pengerjaan tidak sesuai spesifikasi memunculkan potensi kerugian negara. Masyarakat yang sebelumnya antusias dengan adanya pembangunan kini mulai mempertanyakan transparansi proyek.

Sejumlah pertanyaan muncul dari warga, seperti apakah pelaksana ADI sudah mengerjakan proyek sesuai standar, apakah ada pengurangan kualitas material, dan mengapa pengawasan dari pihak terkait dinilai sangat longgar.

Publik kini menunggu langkah tegas dari Dinas PUPR Lampung Selatan serta aparat pengawas teknis lainnya agar proyek yang seharusnya menjadi solusi mobilitas warga tidak berubah menjadi persoalan baru bagi masyarakat Kaliasin dan sekitarnya.

Posting Komentar

0 Komentar