Pegiat Sosial dan Komunitas Semut Gedor DPRD Purbalingga: Soroti Pelayanan RSUD, Obat Ilegal, dan Carut-Marut Dunia Pendidikan

 

Pegiat Sosial dan Komunitas Semut Gedor DPRD Purbalingga: Soroti Pelayanan RSUD, Obat Ilegal, dan Carut-Marut Dunia Pendidikan


PURBALINGGA,|REAL INVESTIGASI// — Suasana ruang rapat DPRD Purbalingga pada Rabu (29/10/2025) sore mendadak memanas. Audiensi antara pegiat sosial Komunitas Semut bersama jajaran DPRD, kepala dinas, serta sejumlah kepala desa berubah menjadi forum kritik tajam terhadap berbagai permasalahan krusial di Purbalingga.

Surat permohonan audiensi yang dikirim pada 22 Oktober lalu akhirnya disambut baik oleh DPRD. Hadir dalam sesi dengar pendapat tersebut Ketua DPRD Bambang Irawan beserta jajarannya, Kepala Dinas Kesehatan, Kepala Dinas Pendidikan, sejumlah kepala desa, dan para pegiat sosial.

Pertemuan ini membahas empat isu utama yang tengah menjadi keluhan masyarakat:

  1. Program UHC (Universal Health Coverage) yang dinilai tidak sepenuhnya mengcover penyakit tertentu.

  2. Menurunnya pelayanan kesehatan di RSUD Goeteng Taruna Dibrata.

  3. Maraknya penyalahgunaan obat-obatan tipe G di kalangan remaja.

  4. Kisruh dunia pendidikan, mulai dari penahanan ijazah, pungutan liar, hingga mahalnya seragam dan buku panduan sekolah.


Pelayanan RSUD dan UHC Disorot Tajam

Imam, Ketua Komunitas Semut, memulai audiensi dengan menyentil persoalan pelayanan kesehatan. Ia menyoroti kasus pasien dengan diagnosa tifus yang tidak tercover jaminan kesehatan.

“Penyakit tifus itu umum diderita masyarakat kecil. Kenapa justru tidak bisa dicover UHC? lalu apakah buruknya pelayanan di Goeteng ada kaitannya dengan pemotongan gaji dan tunjangan pegawai RSUD?” tegas Imam

Kritik itu disambut oleh dua kepala desa, Romidi (Kades Ponjen) dan Heru Catur Wibowo (Kades Karangtalun). Mereka menilai regulasi pelayanan kesehatan perlu dievaluasi dan revolusi total.

“Kami di lapangan sering dibenturkan dengan masyarakat. Tolong ada Perbup atau Perda yang jelas agar pelayanan tidak rancu,” ujar Romidi yang diamini Heru.

Kepala Dinas Kesehatan, dr. Jusi, mencoba menenangkan suasana dengan menyampaikan data capaian jaminan kesehatan di Purbalingga yang disebut mencapai 98,38% dari total penduduk. Namun pernyataan itu langsung dibantah keras oleh Heru.

“Data itu fiktif! Dinsos dan BPJS saja tidak punya data valid seperti itu,” ujarnya lantang, sebelum akhirnya meninggalkan ruang rapat bersama Romidi karena merasa penjelasan dinas terlalu berbelit.


Obat Tipe G dan Dunia Pendidikan Jadi Sorotan

Agung Pramono, pegiat sosial lainnya, menyoroti maraknya penyalahgunaan obat tipe G yang kini kian meresahkan remaja.

“Kasus penyelundupan obat tipe G ke lapas saja bisa hilang tanpa proses hukum. Mau jadi apa masa depan anak muda Purbalingga ini?” ujarnya geram.

Agung juga menyinggung bobroknya dunia pendidikan, mulai dari penahanan ijazah, pungli, jual beli seragam yang mahal, hingga kegiatan outing class yang memberatkan wali murid.

“Apakah praktik semacam ini akan terus dibiarkan?” tegasnya di hadapan anggota dewan.


DPRD Janji Tindak Lanjut, Tapi Audiensi Berakhir Penuh Kecewa

Menanggapi sederet kritik tersebut, Ketua DPRD Bambang Irawan mengakui banyak pekerjaan rumah yang harus dibenahi, terutama soal RSUD, obat ilegal, dan sistem pendidikan.

“RSUD Goeteng ini PR-nya banyak. Semua kritik hari ini harus jadi bahan evaluasi. Terkait obat tipe G, nanti Komisi I akan memanggil Satpol PP. Untuk pendidikan, jangan sampai hak siswa terhambat karena administrasi,” ucap Bambang.

Meski demikian, audiensi berakhir tanpa kesimpulan konkret. Sejumlah peserta meninggalkan ruang sidang sekitar pukul lima sore dengan wajah kecewa. Mereka menilai jawaban dari dinas terkait terlalu normatif dan tidak solutif.

Di luar gedung DPRD, Imam kembali menegaskan tujuan kedatangan mereka.

“Kami datang bukan untuk menyerang, tapi untuk memperjuangkan masyarakat bawah. Purbalingga butuh kepala OPD yang kreatif dan solutif, bukan sekadar normatif,” ujarnya tegas.


Harapan untuk Perubahan

Pegiat sosial Komunitas Semut menegaskan bahwa audiensi ini lahir dari keprihatinan terhadap realitas di lapangan — mulai dari pelayanan kesehatan yang belum merata, penyalahgunaan obat-obatan, hingga persoalan pendidikan yang menindas rakyat kecil.

Mereka berharap forum ini menjadi langkah awal pembenahan nyata dari seluruh pihak terkait, bukan sekadar rapat seremonial tanpa tindak lanjut.

“Kami hanya ingin masyarakat Purbalingga benar-benar merasakan keadilan dalam layanan publik,” pungkas Imam.


Hendra W. 

Posting Komentar

0 Komentar