Realinvestigasi // PURBALINGGA – Sejarah perjuangan melawan kolonialisme Belanda di tanah Jawa tidak pernah lepas dari peran ulama dan tokoh bangsawan yang memiliki jiwa patriotisme tinggi. Salah satunya adalah Raden Seco Gati, yang kemudian dikenal sebagai Kyai Ageng Seco Gati atau R. Purboyo. Sosok ini bukan hanya seorang ulama penyebar agama, tetapi juga seorang senopati andalan Pangeran Diponegoro yang mendirikan benteng pertahanan legendaris di Karangreja, Purbalingga.
Putra Bangsawan yang Satu Visi dengan Pangeran Diponegoro
Lahir di Selokaton, Kendal, pada akhir abad ke-17, R. Seco Gati memiliki latar belakang bangsawan sebagai putra dari R. Secodipuro. Menariknya, kelahirannya hanya berselisih 35 hari dengan kelahiran Pangeran Diponegoro (RM. Mustahar).
Meskipun demikian, R. Seco Gati lebih memilih jalan sebagai seorang ulama. Ia menuntut ilmu agama dan pengetahuan di Padepokan Kyai Ageng Tingkir di Kebumen. Kecerdasan dan kedalaman ilmunya, mulai dari ilmu agama, kanuragan, hingga tata negara, membuat ia sangat dihormati. Bahkan, karena jasanya sering dimintai saran oleh Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Yogyakarta, ia mendapat gelar R. Purboyo.
Di keratonlah ia bertemu dan menjalin persahabatan erat dengan Pangeran Diponegoro. Keduanya memiliki kesamaan pandangan dan tekad bulat: mengusir penjajah Kolonial Belanda dari Bumi Nusantara.
Benteng Regol Agung: Dari Pesantren Menjadi Markas Perang
Setelah merampungkan pendidikannya, R. Seco Gati memulai perjalanan dakwah keliling Jawa. Sambil menyebarkan Islam, ia juga menyulut semangat perlawanan rakyat terhadap kesewenang-wenangan Belanda.
Pertemuan penting dengan Pangeran Diponegoro akhirnya membawa R. Seco Gati ke medan perjuangan. Berdasarkan strategi perang, Pangeran Diponegoro menunjuknya sebagai Senopati di wilayah Kulon (Barat), dan ia pun memilih Karangreja, Purbalingga, sebagai lokasi benteng pertahanan.
Berbekal petunjuk Ilahi, ia membuka hutan (babat alas) dan mendirikan sebuah padepokan yang dinamai Padepokan/Pesantren REGOL AGUNG. Di bawah gelar barunya sebagai Kyai Ageng Seco Gati, padepokan ini berkembang pesat. Selain mengajarkan ilmu agama dan keterampilan, Padepokan Regol Agung menjadi tempat kaderisasi laskar perang untuk melawan Belanda.
Kisah Perang Dahsyat Melawan Gembong Hitam
Ketenaran Padepokan Regol Agung dan kekuatannya sebagai benteng perlawanan membuat Belanda gentar. Penjajah berupaya menghancurkannya, bukan dengan pasukan reguler semata, tetapi dengan mengirim gembong-gembong golongan hitam.
Serangan pertama dipimpin oleh Ki Rawe Randualas dari Randudongkal, yang berhasil dikalahkan dengan mudah. Tidak menyerah, Belanda kembali merencanakan serangan besar-besaran dengan bantuan Ki Banteng Wareng, gembong hitam dari Alas Roban.
"Pecah perang besar-besaran tidak dapat dihindari hingga berlangsung dua minggu yang mengakibatkan ratusan korban di kedua belah pihak," demikian tertulis dalam riwayatnya.
Berkat strategi matang Kyai Ageng Seco Gati yang juga memasang mata-mata di tubuh Belanda, serta persiapan jebakan dan parit, serangan besar-besaran itu berhasil dipatahkan. Pasukan Belanda mundur, Ki Rawe Randualas tewas, dan Ki Banteng Wareng melarikan diri. Sejak saat itu, Belanda tak berani lagi menyerang, menjadikan benteng wilayah kulon di Karangreja sangat kuat dan tak tersentuh.
Warisan Perjuangan di Dusun Siregol
Meskipun Pangeran Diponegoro akhirnya tertangkap melalui tipu daya Belanda, Kyai Ageng Seco Gati tetap melanjutkan perjuangannya melalui jalur pendidikan dan dakwah. Ia mendidik putra-putrinya dan santri-santrinya untuk menjadi pejuang sekaligus agamawan.
Kyai Ageng Seco Gati wafat pada usia 113 tahun, tepatnya tanggal 27 Maulud, dan dimakamkan di area Padepokan Regol Agung yang kini dikenal sebagai Dusun Siregol (Sisa Regol Agung) di Karangreja, Purbalingga.
Kisah Kyai Ageng Seco Gati adalah pengingat akan semangat juang yang tak pernah padam. Hingga kini, nilai-nilai keislaman, patriotisme, dan budi pekerti luhur yang diajarkan oleh sang Kyai menjadi warisan berharga bagi generasi penerus di Purbalingga dan sekitarnya.
redaksi
0 Komentar