PURBALINGGA | REAL INVESTIGASI — 15 Oktober 2025
Sebuah praktik gelap dalam pengelolaan dana publik kembali mencoreng wajah pemerintahan desa. Dugaan kuat penyelewengan Alokasi Dana Desa (ADD) mengguncang Desa Karang Turi, Kecamatan Mrebet, Kabupaten Purbalingga. Seorang oknum perangkat desa diketahui memindahkan dana desa ke rekening pribadinya, dengan modus memalsukan tanda tangan Kepala Desa dan Sekretaris Desa.
Kasus ini terungkap bukan karena laporan resmi, melainkan dari kecurigaan internal. Sejak awal tahun 2025, aliran dana desa mulai menunjukkan kejanggalan. Namun baru pada 24 September 2025, misteri tersebut terbuka setelah bendahara kesulitan mengakses data Sistem Keuangan Desa (Siskeudes) yang dikendalikan oleh operator merangkap Kasi Pemerintahan.
> “Kami mencium ada sesuatu yang tidak beres. Operator menolak memberikan data, padahal diperlukan untuk laporan keuangan desa,” ungkap Sekretaris Desa Karang Turi kepada PNN News.
“Begitu kami dapatkan salinan data dari Kasi PMD Kecamatan, ternyata memang ada transfer dana ke rekening pribadi. Tanda tangan di dokumen juga bukan milik kami,” tambahnya.
Setelah temuan itu, pihak desa segera menggelar rapat darurat bersama Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Dari hasil penelusuran ulang di sistem, tercatat beberapa transaksi dengan nominal tidak wajar, tanpa dasar administrasi yang sah.
Ketua BPD Karang Turi membenarkan kejadian tersebut.
> “Benar, telah terjadi penyimpangan. Namun setelah melalui proses klarifikasi internal, uangnya telah dikembalikan oleh yang bersangkutan. Kami juga sepakat memberhentikan pelaku dari jabatannya,” ujarnya.
Meski uang sudah dikembalikan, publik menilai penyelesaian internal bukan akhir dari persoalan. Tindakan memindahkan uang negara ke rekening pribadi tetap tergolong tindak pidana korupsi, karena menyangkut keuangan negara dan penyalahgunaan wewenang.
Penjabat Kepala Desa yang baru dilantik mengaku masih berhati-hati menanggapi kasus tersebut.
> “Saya baru menjabat, jadi belum mendalami secara menyeluruh. Namun tentu kami akan mendukung langkah pemeriksaan bila diperlukan,” ujarnya singkat.
Sementara itu, Pendamping Desa Kecamatan Mrebet menilai kasus ini menunjukkan lemahnya sistem pengawasan dan kontrol internal di tingkat desa.
> “Dana desa tidak boleh cair tanpa otorisasi resmi dari Kades dan Sekdes. Jika bisa, berarti ada celah besar dalam sistem,” tegasnya.
Praktisi hukum Rasmono, S.H., menyatakan bahwa meski uang telah dikembalikan, unsur pidana tetap melekat.
> “Penyalahgunaan dana desa seperti ini dapat dijerat Pasal 2 ayat (1) UU No. 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi. Ancaman hukumannya bisa sampai 20 tahun penjara,” ujarnya.
Kasus Karang Turi menjadi potret kecil dari masalah besar yang menghantui pengelolaan dana desa di Indonesia — minim transparansi, lemahnya pengawasan, dan konflik kepentingan di level aparat sendiri.
Masyarakat kini menunggu langkah tegas aparat penegak hukum agar kasus ini tidak sekadar berhenti di ruang rapat internal, melainkan diproses sesuai hukum yang berlaku.
Tim Redaksi
0 Komentar