realinvestigasi.com |
REALINVESTIGASI// Purbalingga – 5 Agustus 2025,Anggota Komisi III DPRD Kabupaten Purbalingga dari Fraksi PKB, Sarjono, menyampaikan keprihatinannya terkait maraknya praktik bisnis seragam sekolah yang dinilai memberatkan orang tua siswa. Ia menegaskan bahwa praktik semacam itu bertentangan dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan dan Dinas Pendidikan setempat.
“Ketentuan mengenai pengadaan seragam sekolah sudah sangat jelas. Sekolah tidak diperbolehkan mengelola, menjual,mengarahkan atau mewajibkan pembelian seragam dari satu pihak tertentu, apalagi dengan harga yang tidak rasional dan membebani orang tua,” ujar Sarjono.
Ia menambahkan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan Dinas Pendidikan serta instansi terkait guna menindaklanjuti temuan ini.
“Jika distribusi seragam belum dilakukan secara luas, kami akan mendorong agar praktik penjualan seragam yang membebani masyarakat segera dihentikan. Pemerintah telah memberikan berbagai bentuk bantuan pendidikan untuk meringankan beban masyarakat. Jangan sampai kebijakan di tingkat sekolah justru mencederai semangat tersebut,” tegasnya.
Sementara itu, tokoh masyarakat Puji Siswondo juga angkat bicara. Ia menyatakan bahwa seragam sekolah memang dibutuhkan selama tidak memberatkan dan harganya sesuai dengan kualitas yang ditawarkan.
“Seragam penting sebagai identitas, tapi harganya harus wajar dan masuk akal. Jika orientasinya hanya pada keuntungan semata, tentu itu tidak dibenarkan,” ungkap Puji
realinvestigasi.com |
Menurutnya, perlu ditelusuri apakah pengadaan seragam tambahan atau seragam identitas benar-benar diatur oleh pemerintah dan bersifat mengikat bagi satuan pendidikan. Ia menyoroti bahwa selama ini harga seragam yang dijual kerap kali harganya terlalu tinggi, bahkan berpotensi menyebabkan anak-anak putus sekolah karena orang tua tidak sanggup membayar.
Puji juga mengkritisi modus penjualan seragam yang dilakukan melalui koperasi sekolah yang tidak jelas legalitas dan strukturnya. “Ada dugaan koperasi tersebut fiktif. Selain itu, banyak sekolah menjual seragam tanpa memberikan bukti pembayaran. Padahal, nota merupakan bentuk pertanggungjawaban penjual terhadap pembeli sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen,” katanya.
Ia menegaskan bahwa praktik jual-beli seragam sekolah ini merupakan "penyakit menahun" yang belum juga ditangani secara serius. “Sudah saatnya pihak-pihak terkait bersikap tegas, dan dibutuhkan kepedulian bersama untuk menghentikan praktik-praktik yang merugikan masyarakat ini,” pungkasnya.
vdr